“A year ago, exactly the same date tonight, the rain was pouring down.

Everyone in my town locked up in their house, can’t even hear the fireworks clearly, as if it was a sign that this year’s gonna be different.

Turns out it is. Three months later, I woke up and got the whole world locked up.

After living in a long period uncertainty, I learned something… We never knew whats gonna happen in the next few minutes. We don’t have the rights to figure that out. And there’s no point of looking backward.

So, I’m just going to live in the present.

Think about yourself now. Have you ever think about thanking yourself? For all the ups and downs. All the sickness, losing, struggle, fake news, virtual hugs, video calls. To all the hopes that you still hold in your hands. To all the wounds that you still try to cure. To all the plans that we have for 2020, as if god really said “here I give you time to grow in silence. You can do better next year.”

Now stand up and face the mirror, say it loud to yourself “I live in the present.” Because I know the past is only to learn, not regret. And the present is only to plan, not predict. Stand up again, and thank yourself for being so strong this far. We can do it.”

31 December 2020

Tak terasa hampir satu tahun sejak COVID-19 menyerang, dimana kehidupan tiba-tiba berubah drastis. Bahkan saya sudah lupa rasanya keluar rumah tanpa memakai masker, setidaknya saya bukan satu-satunya yang berhasil melewati masa-masa adaptasi, kan?

Namun satu hal menyebalkan yang saya ingat dari pandemi ini bukan perihal mematuhi protokol kesehatan maupun harus menunda semua rencana, namun setiap kali membuka media sosial, banyak sekali berita nyeleneh yang membuat cemas. Padahal, sosial media di masa seperti ini merupakan salah satu tempat berpaling dari kehidupan sosial secara fisik. Berusaha melawan musuh tak kasat mata saja sudah berat, ditambah lagi melawan pikiran cemas akibat berita hoax yang keluar dari jari-jari tidak bertanggung jawab.

“Isolasi, ketakutan, ketidakpastian, kekacauan ekonomi – mereka semua dapat menyebabkan tekanan psikologis,”

— Devora Kestel, Direktur Departemen Kesehatan Mental WHO.

Belum lagi, dulu ketika kasus penderita COVID-19 masih sedikit, stigma terhadap mereka sangat buruk, padahal mereka juga tidak bisa memilih nasib mereka, musuh yang satu ini benar-benar tidak bisa ditebak. Banyak sekali fenomena lain yang akhirnya menyebabkan peningkatan pada angka terkait isu kesehatan mental.

Untungnya, banyak sekali platform maupun organisasi yang peduli mengenai hal ini. Salah satunya adalah Indonesian Future Leaders, Beberapa bulan lalu, tepatnya bulan September, IFL menggelar sebuah webinar melalui IG Live yang membahas mengenai bagaimana pandemi memengaruhi kesehatan mental.

Poster webinar yang diselenggarakan terkait isu kesehatan mental di masa pandemi.

Ditengah kesibukannya, dr. Gina Anindyajati, SpKJ selaku narasumber memberi banyak sekali pengetahuan bermanfaat mengenai hal apa saja yang harus dihindari dan dilakukan. Namun, saya paling saya ingat adalah salah satu ucapan beliau yang menenangkan sekali bagi saya ditengah hiruk pikuk kecemasan, yakni

“Pandemi yang panjang ini bukanlah waktu yang mudah, semua melewati perjuangan masing-masing dengan usahanya masing-masing, kita sedang berada di posisi sama-sama berjuang dan berusaha untuk tetap sehat dan selamat. Saya ingin kita mengembangkan empati untuk diri sendiri dan orang lain supaya bisa melewati ini bersama-sama.”

– dr. Gina Anindyajati, SpKJ (Seksi Psikiatri Komunitas PDSKJI)

Selain itu, dr. Gina juga mengatakan, “it’s a normal reaction for an abnormal situation” . Bukti dampak pandemi terhadap kesehatan jiwa bukanlah sesuatu yang dapat diabaikan. Gejala depresi, kecemasan dan stress pasca trauma yang mana gejala tersebut dapat saja dikatakan normal selagi tidak berlangsung berkepanjangan. Hal ini marak terjadi, terutama pada minggu atau bulan awal pandemi berlangsung, namun tentunya semakin menurun seiring meningkatnya kemampuan manusia beradaptasi terhadap situasi.

Dan saya rasa, sekarang masa adaptasi kita semua sepatutnya sudah berlalu. Banyak sekali harapan-harapan baru di tahun 2021. Saya percaya sebentar lagi kita tidak akan hidup dengan bayang-bayang cemas lagi seperti sekarang. Jangan lupa selalu patuhi protokol kesehatan dan yang terpenting, selalu sayangi dirimu sendiri, Leaders!

Sampai jumpa ketika semua kembali normal dan kita dapat berjabat tangan!


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *