Pada kesempatan kali ini, melalui podcast Voice of Leaders episode 2 edisi spesial Youthquake Environment, telah dibahas isu-isu mengenai sampah oleh Dr. tech. Christia Meidiana, ST., M.Eng, atau yang akrab disapa Bu Diana, selaku Dosen dan Pengelola Prodi Magister Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota dan Pengelola FTUB, dan ditemani oleh Rafaela Xaviera sebagai Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Brawijaya angkatan 2017.

Diawali dengan membahas hal-hal seputar sampah yang dikaitkan dengan kondisi saat ini yakni masa pandemi, dikatakan bahwa sampah menjadi permasalahan umum yang semakin besar. Ada yang mengatakan bahwa pandemi mengkonversi polusi udara menjadi polusi daratan dan air karena peningkatan sampah. 

Bu Diana, yang telah berkecimpung selama kurang lebih 15 tahun di bidang persampahan mengatakan, “Saya melihat sampah bukan sebagai suatu permasalahan, namun tantangan. Karena sampah bukan sesuatu yang tidak bisa terpakai, namun bisa dijadikan sumber daya apabila dikelola dengan benar. Selama masih ada manusia, selama itu pula sampah akan dihasilkan. Pendekatannya adalah bukan bagaimana mencegah sampah, namun bagaimana sampah itu dapat menghasilkan manfaat untuk kita semua.”

Percakapan tersebut akhirnya membawa kepada penjelasan mengenai pendekatan Community Based Waste Management, atau pengelolaan sampah berbasis masyarakat, yang bermanfaat tidak hanya untuk meringankan beban pemerintah, namun juga memberi edukasi mengenai bagaimana cara mengolah atau bahkan mengurangi sampah yang dihasilkan. Berawal dari kesadaran bahwa sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.

Bahkan, Bu Diana mengatakan, ada istilah dalam akademik yang dikenal sebagai “Not In My Backyard Syndrome” yakni sebuah anggapan bahwa “sampah bukanlah urusan saya apabila sampah tersebut tidak terlihat di halaman saya.” Orang cenderung tidak memperhatikan kemana mereka membuang sampah, asalkan sampah tersebut tidak berada di lingkungan orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, butuh waktu cukup panjang untuk mengedukasi pola pikir yang demikian. 

Sebenarnya, untuk peduli dengan isu ini hanyalah dengan semudah membuang sampah pada tempatnya, dan memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Namun, orang-orang cenderung lebih memilih cara yang lebih mudah. 

Namun, ada beberapa cara yang dapat merubah pola pikir masyarakat agar mereka berpikir bahwa ini adalah hal yang mudah, yakni:

  1. Edukasi sejak dini kepada generasi muda
  2. Memulai kesadaran dari diri sendiri dan juga dari rumah untuk memahami pemilihan dan pengolahan sampah
  3. Program yang membantu pemahaman mengenai sampah dari pemerintah 

Adanya pandemi juga diduga meningkatkan sampah akibat adanya kebijakan yang menyarankan kegiatan Work From Home dan kegiatan lainnya dari rumah, yang pada akhirnya memicu perubahan pola konsumsi masyarakat seperti peningkatan penggunaan pemesanan makanan melalui ojek online yang berpengaruh pada naiknya angka produksi sampah rumah tangga. Bu Diana menanggapi bahwa benar atau tidaknya hal tersebut harus didasarkan oleh penelitian yang sedang direncanakan untuk meninjau perbedaan pola konsumsi dan jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat untuk mengkonfirmasi akumulasi jumlah sampah agar dapat memastikan apakah jumlahnya benar-benar bertambah atau justru tetap (namun hanya berpindah tempat). Yang jelas, berdasarkan hipotesa, bisa jadi perubahan pola konsumsi tersebut telah memberi kontribusi dalam peningkatan sampah organik. Maka, kesimpulannya belum dapat dipastikan apakah jumlah sampah di kota Malang secara keseluruhan benar-benar meningkat akibat pandemi. 

Semua orang yang menghasilkan sampah harus bertanggung jawab, karena pada akhirnya yang akan berterima kasih adalah anak cucu kita sendiri. Maka, penting sekali bagi generasi muda untuk peduli terhadap lingkungan dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar.

(AZ)

Categories: Our Projects

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *